Ekstrak Jinten Hitam (Nigella sativa) sebagai Imunostimulan Ikan Lele Dumbo yang terinfeksi Aeromonas hydrophila |
Wednesday, 01 September 2010 12:37 |
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan ikan yang banyak terdapat di Indonesia. Salah satu ikan lele yang banyak ditemukan di Indonesia adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo merupakan spesies ikan lele yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1984, yang diperoleh dari hasil persilangan antara induk betina lele asli Taiwan dan induk pejantan yang berasal dari Afrika. Lele dumbo masuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1986, yang diimpor dari Taiwan. Gambar 1. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Ikan lele dumbo sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Usaha budidaya ikan sering terjangkit adanya penyakit ikan yang tidak jarang menggagalkan pertumbuhan dan kelulusanhidupan ikan sehingga mengakibatkan kematian masal pada ikan yang dibudidayakan (gagal panen). Penyakit ikan disebabkan adanya interaksi antara lingkungan, organisme dan ikan yang tidak seimbang. Penyakit ikan dapat disebabkan oleh fisika, kimiawi, dan biologis. Penyakit yang diakibatkan oleh fisik maupun kimiawi pada umumnya tidak menular (non infeksi). Sedangkan penyakit yang ditimbulkan oleh penyebab biologis kebanyakan menular (infeksi).Aeromonas hidrophila merupakan bakteri yang dapat menginfeksi ikan. Susanto (1988), melaporkan bahwa Aeromonas hidrophila dapat menyebabkan kematian masal pada ikan lele dumbo, sehingga Aeromonas hidrophila menjadi ancaman tersendiri yang menakutkan bagi para petani ikan atau pembudidaya ikan lele dumbo. Salah satu penanganan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri) pada budidaya lele dumbo adalah antibiotik. Antibiotik sebagai agen terapi pengobatan memang telah banyak membantu, namun ternyata juga menimbulkan ekses yang negatif, yaitu menimbulkan jenis penyakit baru maupun bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan yang ramah lingkungan dan mampu memulihkan ikan lele dumbo dari infeksi bakteri tersebut, yaitu imunostimulan. Imunostimulan adalah zat kimia, obat-obatan, stressor, atau aksi yang meningkatkan respon imun non-spesifik atau bawaan (innate immune respon) yang berinteraksi secara langsung dengan sel dari sistem yang mengaktifkan respon imun bawaan tersebut. Imunostimulan adalah zat-zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit, bukan meningkatkan respon imun spesifik (acquired immune respon), tetapi meningkatkan respon imun non-spesifik baik melalui mekanisme pertahanan humoral maupun pertahanan seluler (Sakai, 1999). Ikan telah diketahui lebih mengandalkan mekanisme sistem kekebalan non-spesifiknya atau bahawan (innate immune sistem) dari pada sistem kekebalan spesifiknya atau adaptif (Anderson, 1992) Gambar 2. Jinten hitam (Nigella sativa) Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan tanaman yang berpotensi sebagai imunostimulan karena mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi patogen. Jinten hitam mengandung beberapa bahan aktif diantaranya, Thymowuinone (TQ), Dithymoquinone (DTQ), Thymohidriquinone (THQ), dan Thmol (THY). Tumar (2006) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam (Nigella sativa) dapat menghambat atau bahkan dapat membunuh bakteri Aeromonas hydrophila. Selain itu Hendrik (2007) menambahkan bahwa ekstrak jinten hitam dapat merangsang dan memperkuat sistem kekealan tubuh manusia melalui peningkatan jumlah, mutu, dan aktivitas sel-sel kekebalan tubuh manusia. El-Kadi dan Kandil (1986) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam berpengaruh menguatkan fungsi kekebalan, dimana kadar sel-sel T pembantu meningkat dibandingkan sel-sel T penekan dengan perbandingan rata-rata 72% serta terjadi peningkatan aktivitas sel-sel pembunuh alami rata-rata 75%. Endarti (2009) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam (Nigella sativa) merupakan bahan yang potansial untuk digunakan sebagai agen imunostimulan pada ikan lele dumbo yang terinfeksi Aeromonas hydrophila karena terbukti dapat meningkatkan jumlah sel darah putih dan diferensial leukosit yang dangat berperan dalam respon immune non-spesifik. Selain itu, ekstrak jinten hitam dengan konsentrasi 9% menunjukkan bahwa jumlah sel darah putih (leukosit) sebelum uji tantang 25516.67 sel/mm3 dan sebesar 97243.33 sel/mm3 setelah uji tantang. Aktivitas immunostimulator ekstrak jinten hitam pada benih ikan lele dumbo meliputi peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit) terutama neutrofil, limfosit dan monosit serta ketahanan terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yang ditunjukkan dengan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi mencapai 90%. Referensi Endarti. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jinten Hitam sebagai Imunostimulan terhadap Hematologi Ikan Lele Dumbo. |
ciri-ciri calon induk ikan nila, mas, Gurame dan lelea. Calon Induk Ikan Nila - Warna badan cerah hitam keabu-abuan - Bentuk tubuh Ikan Nila pipih (compress) dengan sisik penuh dan teratur - Anggota atau organ tubuh lengkap, sisik teratur , tubuh tidak ada yang cacat dan tidak ada kelainan bentuk, tubuh tidak ditempeli oleh parasit, tidak ada benjolan, insang bersih, tutup insang normal (tidak tebal atau tipis) dan berlendir. - Kekenyalan tubuh : kenyal dan tidak lembek - Umur : Nila Jantan 6 – 8 bulan Nila Betina 6 – 8 bulan - Panjang total : Jantan 16 – 25 cm Betina 14 – 20 cm - Bobot Badan : Jantan : 400 – 600 gram Betina : 300 – 450 gram b. Calon Induk Ikan Mas - Warna Badan Cerah - organ tubuh ikan lengkap, sisik teratur, gurat sisi tidak patah, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, tubuh tidak ditempeli oleh parasit, dan tidak ada benjolan, insang bersih, tutup insang normal. - Kekenyalan tubuh : kenyal dan tidak lembek - Berat betina : 1,5 – 2 kg/ekor - Berat Jantan : 0,5 – 1 kg/ekor c. Calon Induk Ikan Gurame - warna badan kecoklatan dan bagian perut berwarna putih keperakan atau kekuning-kuningan. - Bentuk tubuh ikan gurame pipih vertikal - Anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh bebas dari jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir. - Umur : Jantan 24 – 30 bulan Betina 30 – 36 bulan - Panjang Standar : Jantan 30 – 35 cm Betina 30 – 35 cm - Bobot Badan : Jantan : 1,5 – 2,0 kg/ekor Betina : 2,0 – 2, 5 kg/ekor d. Calon Induk Ikan Lele - Pada Bagian atas kepala berwarna hijau kehitaman, bagian punggung atas sampai pangkal ekor berwarna hijau kecoklatan - Bentuk tubuh : bagian kepala pipih horisontal, bagian badan bulat memanjang dan bagian ekor pipih vertikal. - organ tubuh ikan lengkap, tubuh tidak cacat, dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak) tubuh tidak ditempeli jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir, - Umur induk : Jantan : 8 – 12 bulan , betina : 12 – 15 bulan - Panjang standar : Jantan : 40 – 45 cm betina : 38 – 40 cm - Bobot : Jantan : 500 – 750 gram/ekor betina : 400 – 500 gram / ekor | TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILATEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA AbstrakT. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso Dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina sebagai pasangan dari induk jantan YY , maka diperlukan suatu teknologi untuk memproduksi induk nila tunggal kelamin betina. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah produksi induk jantan XX. Populasi induk jantan XX jika dikawinkan dengan betina (XX) maka akan diperoleh keturunan tunggal kelamin betina (monosex). Pada tahun 2006, tahapan yang dilakukan dalam kegiatan produksi induk betina ikan nila ini adalah tahap uji keturunan terhadap induk jantan fungsional (XX). Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan induk jantan XX hasil verivikasi. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa dari 38 ekor induk jantan fungsinonal (XX), ternyata hanya menghasilkan 2 ekor induk jantan XX. Hal ini dapat terlihat dari persentase keturunan betina >95% hanya ada 2 ekor yaitu induk dengan kode 460041352B dan 460966737A. Kata kunci: Tilapia, Breeding Programme, Sex reversal, all- female progeny PENDAHULUAN Latar belakangDi dalam budidaya ikan nila dewasa ini banyak dikembangkan berbagai teknologi dalam rangka peningkatan mutu induk ikan nila. Hal ini disebabkan pada saat ini telah banyak terjadi penurunan kualitas induk ikan nila. Oleh karena itu kebutuhan induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih yang berkualitas. Pada umumnya populasi induk betina yang dihasilkan secara alami terbatas (1 betina: 2 jantan), sedangkan kebutuhan induk betina dalam satu paket lebih banyak dari jantan (3 betina : 1 jantan), maka diperlukan suatu teknologi untuk menghasilkan populasi tunggal kelamin betina. Dalam rangka upaya untuk menghasilkan populasi induk betina sebagai pasangan induk ikan nila GESIT, maka dilakukan rekayasa teknologi untuk memperoleh induk jantan fungsional XX. Induk jantan fungsional yang secara genetis mempunyai kromosom XX ini, apabila dikawinkan dengan betina normal (XX), maka akan memperoleh keturunan semua betina. Dengan demikian upaya pemenuhan kebutuhan akan induk betina akan lebih cepat. Tahapan yang pertama kali harus dilakukan adalah membuat induk jantan fungsional yaitu induk jantan yang mempunyai kromosom XX. Pembuatan induk jantan fungsional dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang mengandung hormon 17α methyltestosteron selama masa diferensiasi kelamin pada ikan nila. Waktu diferensiasi kelamin pada ikan nila terjadi pada saat larva umur 6-7 hari setelah menetas sampai sekitar umur 27-28 hari setelah menetas. Selanjutnya larva hasil sex reversal dipelihara sampai induk untuk dapat dilakukan verivikasi. Verivikasi untuk mendapatkan induk jantan XX ini dilakukan dengan uji keturunan (progeny test). Tujuan dan Target Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk: 1. Memproduksi induk jantan fungsional XX 2. Menguji populasi induk jantan fungsional yaitu induk jantan yang mengandung kromosom dengan cara melakukan uji keturunan. METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilakukan pada bulan Januari- Desember 2006 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Induk jantan fungsional (XX) sebanyak 39 ekor 2. Induk betina sebanyak 108 ekor 3. Pakan induk 4. Pakan benih 5. Pakan larva 6. Pewarna eosin/asetokarmin 7. Methylene blue Alat Sedangkan alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Bak pemijahan ukuran 2 x 1 m sebanyak 13buah 2. Akuarium tempat penetasan telur 3. Hapa hijau ukuran 2 x 2 x 1 m untuk tempat pendederan PI 4. Hapa hitam ukuran 2 x 2 x 1 m untuk tempat pendederan PI 5. Alat perikanan (scoopnet, ember, lambit, jolang dan lain-lain) 6. Alat penetasan telur (saringan , water heater, batu aerasi dan lain-lain) 7. Mikrochip dan detector reader 8. Alat bedah (gunting, pinset, pisau) 9. Mikroskop beserta peralatannya Metode Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan uji keturunan benih hasil pemijahan antara jantan fungsional (XX) dengan betina normal (XX). Prosedur kerja Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pematangan Induk - Induk jantan JICA diduga XX dan betina normal dimatangkan dalam bak yang terpisah - Pematangan dilakukan selama 2 minggu - Selama pematangan, dilakukan pemberian pakan dengan dosis 3%/ berat biomas per hari Pemijahan - Pemijahan dapat dilakukan bak ukuran 2x1m - Pemijahan dilakukan dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 3 - Selama pemijahan dilakukan pemberian pakan 3 kali sehari dengan dosis 5% bobot biomassa - Telur yang dipanen, ditetaskan di akuarium, sedangkan larva dipelihara di kolam, bak atau hapa dalam kolam sebagai tempat pemeliharaan Penetasan Telur - Telur yang telah dipanen di tetaskan di dalam akuarium - Akuarium tempat penetasan dilengkapi dengan water heater untuk menjaga suhu optimum 28-30°C. - Tempat penetasan telur menggunakan saringan dengan jumlah telur per saringan maksimal 2000 butir - Media tempat penetasan di beri Methylene blue untuk mencegah timbulnya jamur Pendederan - Menebarkan larva ke dalam hapa dengan padat tebar 200 ekor/m2. Padat tebar benih untuk pendederan II adalah 100 ekor/m2. - Memberikan pakan selama pendederan I dan II dosis masing-masing 20%, 10% bobot biomass per hari dengan frekuensi tiga kali. - Setelah benih mencapai ukuran 5-8 cm, dilakukan pemeriksaan gonad secara mikroskopik Pengamatan Gonad Pengambilan Jaringan Gonad Ikan Sampel a. Membunuh ikan sampel dengan cara menusukkan jarum bedah pada kepala mengenai otak b. Membedah ikan sampel menggunakan gunting bedah mulai dari anus ke arah vertebrae-kepaladada. c. Mengambil gonad ikan sampel yang berada di bawah vertebrae menggunakan pinset/penjepit d. Meletakkan jaringan gonad di atas gelas obyek e. Mencacah jaringan gonad dengan menggunakan pisau bedah Pewarnaan dan Pengamatan Jaringan Gonad a. Meneteskan satu tetes larutan aceto-carmine di atas cacahan jaringan gonad b. Membiarkan proses pewarnaan jaringan gonad sekitar 1 menit c. Menutup jaringan gonad hasil pewarnaan dengan gelas penutup d. Mengamati hasil pewarnaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kegiatan teknik produksi induk betina ikan nila yang dilakukan pada tahun 2006 adalah tahap uji keturunan (progeny test) induk nila hasil sex reversal. Induk nila jantan fungsional (XX) didapatkan dengan pemberian hormon 17∝ Methyltestosteron pada masa diferensiasi kelamin. Proses pembentukan induk ikan nila jantan fungsional (XX) telah dilakukan di BBAT Jambi pada ikan nila strain JICA. Selanjutnya pada tahun 2005, induk tersebut didatangkan ke BBPBAT Sukabumi sebanyak 39 ekor untuk dilakukan uji keturunan. Progeny test dilakukan dengan mengawinkan satu per satu induk nila jantan fungsional (XX) dengan 3 ekor betina normal. Dari 39 ekor induk yang dilakukan progeny test, hanya 38 ekor yang dapat menghasilkan keturunan. Keturunan dari 38 ekor induk jantan XX kemudian dipelihara sampai ukuran 5-8 cm dan selanjutnya dilakukan pengamatan gonad. Data hasil pengamatan gonad terhadap benih keturunan induk jantan diduga XX disajikan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 38 ekor induk jantan hasil sex reversal, ternyata hanya menghasilkan 2 ekor induk jantan XX. Hal ini dapat terlihat dari persentase keturunan betina >95% hanya ada 2 ekor yaitu induk dengan kode 460041352B dan 460966737A. Pembahasan Kegiatan teknik produksi induk betina ikan nila bertujuan untuk memproduksi induk betina secara massal dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina ikan nila. Dalam pemijahan ikan nila, biasanya mengunakan standar rasio jantan : betina adalah 1 : 3, sedangkan pada pemijahan biasa, rasio kelamin jantan : betina sekitar 60 : 40. Hal ini menyebabkan kebutuhan induk betina lebih banyak dibandingkan jantan. Tahap pertama yang harus dilakukan untuk dapat memproduksi induk nila tunggal kelamin betina adalah dengan pembuatan jantan fungsional (yang mengandung kromosom XX). Selanjutnya apabila sudah mendapatkan induk jantan XX dalam jumlah banyak, maka tahap selanjutnya adalah mengawinkan induk jantan XX tersebut dengan betina. Dari hasil perkawinan tersebut, maka akan diperoleh keturunan tunggal kelamin betina (monoseks betina). Dari 38 ekor induk jantan hasil sex reversal, ternyata hanya dapat menghasilkan 2 ekor induk jantan XX. Hasil uji keturunan terhadap induk jantan hasil sex reversal menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dari sex reversal masih sangat rendah. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak tepat pada saat pemberian hormon. Tingkat keberhasilan sex reversal sangat tergantung dari efektifitas pemberian hormon 17∝Methyltestosteron. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas pemberian hormon ini, diantaranya adalah : jenis hormon, dosis hormon, waktu diferensiasi kelamin, metode pemberian hormon dan suhu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari kegiatan ini adalah bahwa dari 38 ekor induk nila jantan diduga XX hanya menghasilkan 2 ekor induk jantan XX. Saran Dari hasil kegiatan ini disarankan untuk dapat memperbanyak induk nila jantan XX, dikarenakan jumlah induk jantan XX yang ada baru 2 ekor. DAFTAR PUSTAKA Dunham, Rex.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotecnology.Genetic Approachs. Departement of Fisheries and Allied Aquaculture. Auburn University. Alabama, USA Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Maskur, S. Hanif, A. Sucipto, D.I. Handayani, dan T. Yuniarti. 2004. Protokol Pemuliaan (Genetic Improvement) Ikan Nila. Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional. BBPBAT, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pillay, T. V. R and M. N. Kutty. 2005. Aquaculture Principles and Practices. Second edition. Blackwell Publishing Ltd. Potts, G. W and R. J. Wootton. 1984. Fish Reproduction . Strategies and Tactics. Academic Press Inc. sumber : http://www.dkp.go.id |
0 comments:
Posting Komentar